Me and My Instagram
Beberapa bulan lalu, sempet baca buku Ubur-Ubur Lembur karya
Raditya Dika. Dia bahas soal Instagram disalah satu bab bukunya, dan I could
not agree more, kkk… Instagram dewasa ini, (cailaah… formal banget yak!) mau
gak mau, suka gak suka, sengaja atau enggak, udah jadi media untuk pamer. Salah
enggak? Aku berani jawab : “Sama sekali enggak salah”. Lah gimana, orang memang
dibuat untuk itu kok.
Yang masalah terus apa? Yang masalah adalah aku menanggapi
postingan teman-teman, public figure, dan semua individu diplatform dunia maya
satu ini. Aku gak pernah berteman baik sama yang namanya Instagram. Aku
termasuk orang yang mudah terpengaruh. Aku menjaga diri aku sendiri dengan aku
gak banyak-banyak main Instagram, kecuali penting banget. Ini jadi alasan aku
juga jarang lihat story orang-orang, mood aku mudah terpengaruh, banget, parah.
Aku yakin sebenernya banyak yang menggunakan akun
instagramnya untuk hal-hal positif yang bermanfaat, berdakwah misalnya, jualan,
sharing ilmu, saling nasihat menasehati, bahkan mungkin postingan yang dimata
kita untuk pamer, tujuan aslinya mungkin bukan untuk pamer, bisa jadi cuma sebagai
media berekspresi aja sama si yang punya akun. Then again, yang masalah adalah
bagaimana kita menanggapi postingan orang-orang.
Aku suka ngerasa bersalah kalau misalnya upload story atau
postingan soal kehidupan pribadi aku, kayak, “Wid, lu siapa?”, atau “Emang
orang lain perlu tahu ya”, atau pas aku lagi bahagia, aku bikin story, terus
pasti kepikiran “temen-temenku gak semuanya bisa seberuntung aku, atau mereka
mungkin lagi dalam kondisi gak baik, dan aku berani-beraninya pamer”. Padahal
sebenernya yang bikin ribet adalah insecurity aku tadi, upload mah upload aja
ya. Tapi gak bisa, aku sering banget upload sesuatu dan aku hapus lagi, karena
kepikiran, “salah gak ya aku upload itu?”, alhasil aku lebih sering upload
jualan (dulu), reposting dari akun-akun dakwah, dan berusaha biar gak upload
content curhat diakun Instagram aku (walaupun sering kelolosan juga sih,
ngegalau gitu wkwkwk).
Sejujurnya, aku juga pengen kayak temen-temen yang lain,
bisa aktif diinstagram. Tapi upload apa? Wakakak…. Gak ahli foto atau cantik
jadi objek foto. Bikin caption gak kreatif, mau ngelucu takut gak lucu, kan
garing yak. Upload karya-karya gitu, gak bisa wkwkwk. Gambar aja pas-pasan,
boro-boro ngelukis, jangan tanya soal design grafis atau vector. Aku penikmat
sejati karya-karya itu. Tapi sering banget ngerasa pengen upload sekedar untuk
mengekspresikan diri, itu aja.
Oh iya, aku rasa yang mikir kayak gini bukan aku doang. Temenku
juga pernah ngepost soal gimana harusnya kita bijak dalam menggunakan media
sosial, berhati-hati sama apa yang kita upload, karena belum tentu temen-temen
kita punya rejeki yang sama. Bedanya sama aku adalah, dia berani bersuara untuk
mengajak orang lain menggunakan media sosial dengan bijak, sedangkan aku cuma sibuk
sama kenyamanan aku aja, yang penting moodku gak terpengaruh, atau aku gak
merasa bersalah karena udah upload suatu hal. Setiap orang pasti punya
pandangan yang berbeda, dan dijaman sekarang, udah gak ada yang bisa
disalahkan. Semua tempat udah jadi ruang publik, siapapun berhak mengeluarkan
pendapat tanpa takut dituntut atau dijudge, dan orang lainnya berhak juga untuk
menanggapi pendapat tersebut dengan baik atau sebaliknya.
Jadi apa yang ingin aku sampaikan dipostingan kali ini? hmm.. sepertinya gak ada intinya ya wkwkwk
Cuma sedang ingin mengeluarkan apa yang ada diotak aja. Terimakasih sudah mau membaca n_n