Tentang Kamu
Hai, apa kabar?
Sepertinya baik ya, sama, aku juga. Baik, tapi ada yang hilang saja rasanya. Sudah sejauh ini pun, serasa ada yang lepas dan jadi berlubang. Hampir setiap hari aku mengapresiasi diri karena berhasil tidak menghubungimu atau melihat story mu dihari itu. Well done! Kataku pada diriku sendiri, besok kamu pasti bisa melakukannya lagi. Bahkan terkadang, aku masih menghitung sudah berapa lama waktu berlalu dari terakhir kali kita bertemu. Good job! Yuk bisa yuk tambah satu hari lagi tanpa kamu! Menyedihkan
Kalau kamu ingat, dulu aku pernah bilang, untuk bisa lepas, aku butuh cara ekstrem. Tidak menyimpan kontakmu, hide story dan postingan ig mu, I became a silent blocker. Bukan karena membencimu, bukan... tapi karena aku sedang berusaha. Pada dasarnya aku memang tidak terlalu bersahabat dengan media sosial, tapi ketika aku memposting sesuatu di story, selalu ada keinginan supaya kamu melihatnya, lebih lebih meresponnya. Berusaha membuat topik yang siapa tahu menarik perhatianmu. Karena itu, aku berusaha menghilangkan jejak digitalmu. Aku berusaha menyembuhkan diriku sendiri. Dengan tidak menyimpan kontakmu, postingan apapun yang aku buat tidak akan pernah terlihat olehmu, jadi aku tidak berusaha untuk menarik perhatianmu lagi. Sejauh ini... cukup berhasil...
Sekarang kita berada di kota yang sama, tapi tidak pernah dipertemukan. Dulu, saat aku baru kembali ke kota ini, aku pernah membayangkan betapa menyenangkannya berkendara dimalam hari bersamamu, berkeliling kota metropolitan yang keindahannya mencapai titik puncak ketika malam hari. Saat lampu-lampu masih menyala, namun kendaraan dan manusianya sudah berkurang, dan... tanpa macet tentunya. Tapi sayangnya, sepertinya hal itu tidak akan pernah terjadi.
Sama halnya ketika kamu pernah berkunjung ke kota tempat tinggalku, aku pernah berkata ingin mengajakmu berkeliling ke satu kota lagi yang terlihat seperti kota maju. Tapi sayangnya, aku mungkin tidak akan punya kesempatan untuk mengajakmu berkunjung ke kota itu.
Ketika selesai bekerja, aku selalu berkhayal di gerbang depan kamu bertengger di motormu, dengan helm dan jaket favoritmu. Kemudian dengan sumringah aku menghampirimu. Membuat rasa lelah sehabis bekerja seakan menguap. Like you ever did, long time ago, di depan gapura fakultas diujung jalan setapak di kota kelahiranmu dulu. Tapi sayangnya, hal itu tidak akan pernah terjadi disini.
Aku masih ingat kamu pernah bilang, "Kalau mau cerita, cerita aja ya". Tapi itu sudah lama, mungkin sudah tidak berlaku lagi sekarang, disaat aku justru benar benar membutuhkannya, atau mungkin merindukannya.
Aku bahagia. Menjalani hari seperti orang-orang pada umumnya. Aku bercanda bersama teman-temanku, bercerita, berbagi bersama mereka, menikmati waktu dan petualangan dengan orang-orang yang timelinenya berpapasan denganku. Ironisnya, cerita cerita itu selalu ingin kubagikan denganmu. Lalu bagaimana aku bisa lupa? At the end of the day, aku selalu teringat dirimu dan ingin bercerita. Rasanya aku ingin sekali menjadikan kata-katamu "Kalau mau cerita, cerita aja ya" sebagai mantra, sebagai alasan bagiku untuk menyusup ke ruang hidupmu
Sebenarnya, mungkin bisa saja aku bercerita selayaknya teman. Tapi aku sadar, yang akan tidak baik-baik saja adalah diriku sendiri. Aku tahu diri, semakin aku berbagi denganmu, maka aku sendiri yang akan menjadi semakin rakus, aku yang menginginkan lebih dari sekedar teman.
Cause what if I never love again?